Monday, December 22, 2008

Financial Education Summit

FINANCIAL EDUCATION SUMMIT
Beijing, 25-26 November 2008

Financial literacy adalah suatu kemampuan individu atau masyarakat untuk mengleola uang dengan bijaksana. Kemampuan ini diperlukan oleh semua lapisan masyarakat, baik yang berkelebihan ataupun apalagi yang berkekurangan (uang) di negara maju maupun negara berkembang. Kemampuan dalam bidang ini dapat mengurangi kemiskinan dan meminimalkan resiko-resiko yang terkait dengan consumerism (konsumerisme), market speculation (spekulasi pasar) dan siklus ekonomi.

Di China dan banyak negara lain, timbul kesadaran baru bahwa peningkatan financial literacy dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilitas pasar dan social harmony. Financial Education Summit 2008 ini diselenggarakan dan disponsori oleh Citi Foundation, Financial Time dan Pearson Foundation, dengan memilih tempat di Beijing, China. Keseluruhan peserta berjumlah 200 orang lebih dari 35 negara, baik dari kalangan lembaga dana, universitas, bank, LKM dan LSM. Dipilihnya China sebagai negara tempat penyelenggaraan summit ini juga merupakan pengakuan negara-negara barat atas significancy strategis dari sisi populasi terbesar di dunia dan orientasi untuk mau belajar dari pertumbuhan dan kestabilan ekonominya yang mencengangkan pada saat Amerika dan banyak negara Eropa lain mengalami krisis keuangan yang belum dapat diketahui ujungnya.

Summit ini mengambil thema Reducing Financial Vulnerability: Innovation and Impacts. Pendidikan tentang financial literacy diyakini berkemampuan menjembatani antara mereka yang mampu berpartisipasi dan yang terpinggirkan. Pendidikan dan pengetahuan tentang hal ini akan meningkatan stabilitas rumahtangga dan meningkatkan kemampuan ekonomi jutaan masyarakat miskin dan termasuk di dalam peningkatan pendidikan bagi anak-anak. Sharing pengalaman dihadirkan dari banyak lembaga dalam melakukan inovasi untuk lebih menjangkau target group yang terpinggirkan secara social ekonomi atau geografis dan tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal. Mereka ini adalah anak-anak dan pemuda, wanita miskin dan para pekerja migrant.

Di kalangan anak-anak dan pemuda; lembaga-lembaga seperti Hatton National Bank - Sri Lanka, International Business Leaders Forum – Russia, Kronenberg Foundation – Poland, dan Junior Achievement – China, menekankan pentingnya pendidikan keuangan sejak anak-anak untuk membentuk sikap dan perilaku financial yang bijak. Hatton National Bank dari Sri Lanka misalnya, memusatkan pelayanan pendidikan keuangan mereka kepada anak-anak dan pemuda mulai dari usia sekolah sampai universitas. Bukan hanya penyadaran akan pentingnya menabung bagi anak, tetapi anak-anak sekolah ini juga dilatih oleh bank untuk menerima dan mengadministrasi tabungan sehingga menjadi layaknya sebuah cabang bank yang dikelola oleh siswa atau mahasiswa terlatih tersebut dan melayani juga pembayaran uang sekolah. Proses downsizing bank berlangsung dengan efisien dan sekaligus meningkatkan cakupan pelayanan berlipatganda.

Di kalangan kelompok terpinggirkan seperti wanita miskin, disampaikan pengalaman dari Shakti Foundation (Bangladesh), BRAC-UK, Enrich-Hong Kong dan Aidha-Singapore. Shakti Foundation mendampingi sekitar 220 ribu wanita dampingan dengan pelayanan kredit mikro. Dari pelayanan kredir mikro yang dilaksanakan lembaga ini, monitoring penggunaan kredit dan dokumentasi penelusuran dinamika perkembangan usaha yang dilakukan para anggota yang dilayani dalam kurun waktu yang cukup lama, menghasilkan banyak pengalaman hidup. Pengetahuan, ketrampilan dan akses terhadap uang dan usaha telah menitikan jalur bagi mereka untuk keluar dari kemiskinan. Di Singapura, lembaga swadaya masyarakat seperti Aidha misalnya memfokuskan pada pendampingan perempuan pekerja migrant. Perempuan pekerja migrant memerlukan pendampingan di Negara tempat mereka bekerja maupun saat mereka kembali berintegrasi dengan masyarakat di mana dia berasal. Aidha memberi pelatihan dan pendampingan pekerja migrant ini dengan soft skill seperti kepercayaan diri dan kemampuan bersosialisasi, maupun ketrampilan mengelola uang dan kewirausahaan. Inovasi pelayanan seperti ini dibutuhkan oleh pekerja migrant yang dari sisi jumlah semakin besar di Singapura, Malaysia, Hongkong, dan negara-negara Timur Tengah.

Sebagai individu, semua orang berkesempatan bertindak sebagai investor, entah itu dalam bentuk pembelian asset berharga, usaha, penyertaan ataupun saham. Beberapa inisiatif dalam financial education yang disampaikan oleh lembaga seperti ASX (Australian Securities Exchange) Australia dan Financial Industry Regulatory Authority (FINRA) US misalnya, mensharingkan bagaimana pendidikan bagi investor untuk mencapai keamanan dan kenyamanan berinvestasi, dengan tetap mengenali risiko-resiko dengan tetap mencapai tujuan memperoleh manfaat yang lebih baik, tetap selalu menjadi upaya dan pengalaman yang tiak pernah selesai. Di China, Taiwan dan juga Hongkong pendidikan untuk berinvestasi ini mulai diajarkan dan disebarkan kepada orang-orang muda dan dimasukkan ke dalam pendidikan formal. Berbagai bentuk komik, game, dan kurikulum pengenalan berinvestasi sudah mulai dilakukan.

Kita semua juga sebagai consumer dari produk-produk keuangan semakin banyak mendapatkan tawaran pribadi dari berbagai penyedia jasa keuangan. Banyak di antara kita harus mengambil keputusan tentang keuangan secara harian tanpa pengetahuan, atau ketrampilan yang memadai untuk memandu mereka. Dalam situasi ini diperlukan inovasi untuk menyampaikan pemahaman dan informasi untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan maupun perilaku financial seseorang. Dari berbagai inovasi tersebut, pertanyaan lebih lanjut adalah apakah financial literacy sudah cukup? Pengalaman lembaga pendidikan seperti National Changchi University Taiwan dan Center for Analytical Finance, Indian School of Business-India, dari aspek pemahaman dan kemampuan individu ternyata masih ada satu fase lagi untuk sampai kepada sikap dan perilaku yang diharapkan. Pada tataran ini lembaga-lembaga pelayanan keuangan juga perlu melengkapi dengan system dan tools yang mendukung individu ke arah pengelolaan uang yang financially wise.

Metodologi pengukuran dampak dari inovasi pelayanan tidak hanya dipaparkan dari kalangan para praktisi tetapi juga dari kalangan akademisi. Community Involvement Nokia – Finlandia, Save the Children – Vietnam, National Institute of Education – Singapore, University of Bristol- UK, Microfinance Opportunities dll. Penggunaan metode pre test dan post test untuk mengukur pengetahuan target group yang diberi pendidikan financial education, pengukuran perbandingan antara kelompok treatment dan control, format dan bentuk pengukuran menjadi diskusi belum tuntas karena masing-masing selalu ada kelemahan.

Uang bagi yang kaya maupun miskin, memang perlu dikelola secara bijak. Dan summit dua hari di bawah suhu dingin berembun kristal es kota Beijing ini, terlalu singkat untuk sebuah agenda yang padat dan membutuhkan pendalaman. (Selengkapnya lihat di http://www.financialeducationsummit.org/).


Y. Arihadi,
Hadir dalam summit tersebut
sebagai Ketua Umum LKM Bina Arta